Sabtu, 02 Agustus 2014

Tafsir Surah An-Nisa' Ayat 9




Ajarkan Anakmu cara menyembah Allah agar mereka juga paham
cara menghormatimu, ajarkan mereka membaca Al-Qur'an agar setiap
langkah mereka tetap berada dijalan yang baik dan benar


وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْتَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا.

Artinya: Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar. (An-Nisa/4:9)

Arti perkata :
Dan hendaklah takut فَلْسَخْشَ Bila mereka meninggalkan لَوْتَرَكُوْ Anak-anaknya (yang dibelakangnya) خَلْفِهِمْ Dalam keadaan ذُرِّيَّةً Lemah ضِعْفًا Mereka khawatirkan (takutkan) اخَافُوْHendaklah mereka bertakwa فَلْيَتَّقُوْ Dan mengucapkan وَلْيَقُوْلُوْا Perkataan قَوْلاَ Yang benar سَدِيْدًا
Kandungan Tafsir Surat An-Nisa ayat 9

Surat an-Nisa’ ayat 9 ini menerangkan bahwa kelemahan ekonomi, kurang stabilnya kondisi kesehatan fisik dan kelemahan intelegensi anak, akibat kekurangan makanan yang bergizi, merupakan tanggung jawab kedua orang tuanya, maka disinilah hukum Islam memberikan solusi dan kemurahan untuk dilaksanakannya KB, yang mana untuk membantu orang-orang yang tidak menyanggupi hal-hal tersebut, agar tidak berdosa dikemudian hari, yakni apabila orang tua itu meninggalkan keturunannya, atau menelantarkannya, akibat desakan-desakan yang menimbulkan kekhawatiran mereka terhadap kesejahteraannya. Oleh karena itu, bagi orang-orang yang beriman hendaklah bertakwa kepada Allah dan selalu berlindung dari hal-hal yang dimurkai di sisi Allah. Kita hendaknya takut apabila meninggalkan keturunan yang lemah dan tak memiliki apa-apa, sehingga mereka tak bisa memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan terlunta-lunta.

Ayat ini juga menjelaskan mengenai harta waris. Turun sebagai peringatan kepada orang-orang yang berkenaan dengan pembagian harta warisan agar jangan menelantarkan anak-anak yatim yang dapat berakibat pada kemiskinan dan ketakberdayaan. Menurut Ibnu 'Ajibah ayat ini memberi pesan kepada orang yang memelihara anak yatim orang lain agar memiliki kekhawatiran kalau-kalau di kemudian hari mereka terlantar dan tak berdaya, sebagaimana ia khawatir kalau hal itu terjadi pada anak-anak kandung mereka sendiri. Ketidakberdayaan itu tidak melulu menyangkut soal ekonomi semata, tetapi pada seluruh aspek kehidupan. Setiap orang dewasa bertanggungjawab terhadap perkembangan masa depan generasi mudanya, jangan sampai mereka termarginalisasi karena tidak memiliki pengetahuan, kemampuan, keterampilan, kesempatan, dan semua hal yang diperlukan untuk maju dan berkembang secara sehat dan bermartabat serta diri diridhai Allah swt.

Abu Ja’far berkata: Pendapat yang representatif sebagai tafsir ayat tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa makna firman Allah tersebut adalah,”Hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang seandainya meraka meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan (anak-anak itu) akan terlantar bila mereka membagikan harta mereka semasa hidup, atau membagikannya sebagai wasiat dari mereka kepada keluarga mereka, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Oleh karena itu, mereka menyimpan harta mereka untuk anak-anak mereka, karena mereka takut anak-anak mereka akan terlantar sepeninggal mereka, di samping (karena kondisi) anak-anak mereka itu (memang) lemah dan tidak mampu memenuhi tuntutan. Itulah sebabnya mereka harus memerintahkan orang yang mereka hadiri (maksudnya orang yang akan memberikan wasiat) saat memberikan wasiat untuk kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan yang lainnya agar berlaku adil terhadap hartanya, takut kepada Allah, serta mengatakan perkataan yang benar, yaitu memberitahukan kepada orang yang akan memberikan wasiat tentang apa-apa yang telah Allah bolehkan bagi dirinya, yaitu boleh memberikan wasiat, dan apa-apa yang telah Allah pilihkan untuknya yakni (harus memberikan wasiat tersebut kepada) orang-orang yang beriman kepada Allah, kitab-kitab-Nya dan syariat-syariat-Nya.

Pendapat tersebut paling representatif sebagai tafsir ayat tersebut daripada beberapa pendapat lainnya, karena alasan yang telah dikemukakan tadi, yaitu bahwa makna firman Allah,مَعْرُوفًا قَوْلًا لَهُمْ وَقُولُوا مِنْهُ قُوهُمْ فَارْزُ وَالْمَسَاكِينُ وَالْيَتَامَى الْقُرْبَى أُولُو الْقِسْمَةَ حَضَرَوَإِذَا ”Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik” adalah, “Apabila kerabat, anak yatim, dan orang miskin, hadir sewaktu pembagian (harta), maka berilah mereka bagian dari harta itu.”Makna ini sesuai dengan dalil-dalil yang telah kami kemukakan.

  Apabila makna tersebut merupakan makna bagi firman Allah, حَضَرَ وَإِذَاوَالْمَسَاكِينُ وَالْيَتَامَى الْقُرْبَى أُولُو الْقِسْمَةَ “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin...” maka seharusnya firman Allah Ta’ala, ...وَلْيَخْشَ  الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ  “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang...” merupakan sebuah pembelajaran dari Allah kepada hamba-hamba-Nya dalam persoalan wasiat, yakni agar disesuaikan dengan ketentuan yang telah Allah izinkan bagi mereka dalam masalah itu, sebab firman Allah,. وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang...” merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya yang berbicara tentang hukum wasiat. Dalam hal ini pendapat atau penafsiran yang telah kami kemukakan merupakan makna yang paling kuat untuk firman Allah tersebut. Dengan demikian, menyamakan hukum yang terkandung dalam firman Allah tersebut (maksudnya walyakhsya...) dengan hukum yang terkandung dalam ayat sebelumnya adalah lebih baik karena makna keduanya hampir sam daripada menyamakan hukum dalam firman Allah tersebut kepada hukum yang terkandung dalam firman Allah yang lain, yang tidak ada kesamaan dalam hal makna.
Pengertian yang telah dikemukakan sebagai penafsiran firman Allah, “Dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar,” juga dikemukakan oleh orang-orang yang pendapatnya telah disebutkan pada awal penafsiran ayat ini.

Sebagaimana disebutkan dalam literatur-literatur Islam, memakan harta anak-anak yatim memiliki efek di dunia dan akhirat. Di dunia, ayat ini mengisyarakatkan bahwa kerusakan yang disebabkannya sampai kepada anak keturunan; dan di akhirat, akan ada api neraka ( yang disebutkan dalam ayat berikutnya). Makna dari ayat ini mungkin merujuk kepada wasiat-wasiat atau pewarisan yang tidak wajar, bahwa mereka mewarisi atau menghabiskan semua harta yang mereka miliki tanpa memikirkan anak-anak mereka yang masih kecil dan lemah, yang hidup dalam kemiskinan an kemalangan setelah kematian mereka. Sekali lagi, ayat ini bisa menjadi sebuah rekomendasi bagi mereka yang memiliki keturunan yang cacat, agar dengan perencanan yang tepat, mereka menjamin masa depan anak-anak (yang cacat) tersebut. 

Semoga Artikel ini menjadi masukan bagi kita umat islam agar terus melahirkan umat yang bekualitas yang cinta kepada agamanya. Ajarilah mereka bagaimana cara mencintai Allah Swt dan Rasulullah Saw sehingga mereka akan menjadi anak keturunan yang juga dapat menyayangi kedua orangtuanya. Ajarkan mereka membaca Al-Qur’an agar kelak mereka mempunyai pegangan hidup dan tidak terombang-ambing dan tidak juga meniru hal-hal yang bertentangan dan diharamkan oleh agamanya. (Dikutip dari berbagai sumber). 

0 komentar:

Posting Komentar

jika ada kritik dan saran.....
silahkan berkomentar , karna kami sangat butuh kritik dan saran dari pembaca....
tapi komentarnya yang sopan ya.......
wassalamualaikum........

 

Gudang ilmu pengetahuan. Copyright 2013 All Rights Reserved |Template by my name ari wathani |Support ilmu adalah segalanya